
8 Fakta Cukai Naik 12,5% yang Bikin Harga Rokok Mahal – Pemerintah melalui Kementerian Keuangan memutuskan menaikkan pajak konsumsi rokok sebesar 12,5% tahun depan. Tingkatkan pajak cukai rokok untuk mengontrol konsumen.
8 Fakta Cukai Naik 12,5% yang Bikin Harga Rokok Mahal

iraqi-japan – Dia mengatakan pada konferensi pers virtual pada Kamis (2020/10/12): “Kami telah menaikkan cukai rokok, dalam hal ini sebesar 12,5%. Kebijakan ini meningkatkan komitmen kami terhadap semua aspek cukai tembakau ini”.
Sri Mulyani menjelaskan, kenaikan cukai rokok meliputi industri: memproduksi 18,4% sigaret putih mesin kelas I, 16,5% sigaret putih mesin kelas IIA, 18,1% sigaret putih mesin IIB, dan 16,9% sigaret kretek mesin kelas I rokok. A 13,8%, Sigaret Kretek II B Mesin 15,4%.
Banyak Fakta Menarik tentang pemerintah yang menaikkan cukai rokok. Dikutip dari Okezone, berikut beberapa fakta menarik tentang Cukai Naik 12,5% :
1. Lima Pertimbangan Pemerintah Naikan Cukai Rokok

Pemerintah telah mempertimbangkan lima aspek dalam kebijakan cukai rokok, yaitu pengendalian konsumsi, ketenagakerjaan di sektor hasil tembakau, petani tembakau, rokok ilegal dan perpajakan.
Kenaikan tersebut dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang volume produksi masing-masing jenis dan kategori. Jadi total pertumbuhan total 12,5%.
Baca juga : 5 Fakta Tantangan Sulitnya Pemulihan Ekonomi di Tahun 2021
2. Harga Rokok Ikut Terkerek Naik

Pemerintah mengumumkan akan menaikkan pajak konsumsi rokok sebesar 12,5%, yang akan berlaku pada tahun 2021. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan kenaikan tarif pajak berlaku untuk Sigaret Putih Mesin (SPM) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Ia mengatakan: “Sementara untuk industri sigaret kretek tangan (SKT), pajak konsumsi tidak berubah. Atau dalam hal ini tidak naik. Artinya naik 0%.”
Mengingat industri HCS memiliki angkatan kerja terbesar.
Ia menambahkan, “Dengan komposisi ini, rata-rata pertumbuhan pajak konsumsi adalah 12,5%, berdasarkan rata-rata tertimbang produksi setiap jenis dan kategori.
Harga eceran di pasar didasarkan pada kenaikan tarif masing-masing kelompok, sebagai berikut:
Sigaret Kretek Mesin (SKM)
– SKM 1 : Kenaikan Rp125/Batang atau 16,9 persen (Tarif Cukai 2021 Rp865/Batang)
– SKM IIA : Rp65/Batang atau 13,8 persen (Tarif Cukai 2021 Rp535/Batang)
– SKM IIIB : Rp70/Batang atau 15,4 persen (Tarif Cukai 2021 Rp525/Batang)
Sigaret Putih Mesin (SPM)
– SPM I : Rp145/Batang atau 18,4 persen (Tarif Cukai 2021 Rp935/Batang)
– SPM II A : Rp80/Batang atau 16,5 persen (Tarif Cukai 2021 Rp565/Batang)
– SPM IIIB : Rp470/Batang atau 18,1 persen (Tarif Cukai 2021 Rp555/Batang)
3. Berlaku 1 Februari

Pemerintah secara resmi menaikkan pajak konsumsi tembakau (CHT) atau pajak konsumsi rokok rata-rata 12,5%. Harga terbaru akan berlaku mulai Februari 2021.
Bea Cukai dan Administrasi Umum Industri punya waktu untuk bersiap. Mulailah dengan mencetak pajak konsumsi, lalu sesuaikan tarif pajak baru dalam dua bulan ke depan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan pada Jumat (11/12): “Bea dan bea cukai akan membentuk kelompok kerja yang bertanggung jawab untuk mengeluarkan dan menentukan pajak konsumsi dengan tarif baru ini.”
Menkeu menjelaskan, kebijakan ini sudah masuk dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) yang saat ini sedang disusun dan akan segera diterbitkan.
Dia berkata: “Administrasi Umum Kepabeanan akan memastikan kelancaran proses transisi kebijakan CHT yang akan berlaku pada 1 Februari 2021.”
Melalui kebijakan ini, harga rokok menjadi lebih mahal. Indeks keterjangkauan meningkat dari 12,2% menjadi antara 13,7% dan 14%. Oleh karena itu, angka perokok anak dan wanita pada masyarakat luas diharapkan dapat diturunkan.
Menteri Keuangan Sri Muliani mengatakan: “Kenaikan cukai produk tembakau akan membuat rokok lebih mahal, sehingga tidak tersedia untuk dibeli.”
4. Inflasi Akan Ikut Naik

Kenaikan cukai rokok akan meningkatkan laju inflasi. Pasalnya, daya beli masyarakat terhadap produk non rokok akan menurun.
Tujuan kenaikan cukai rokok oleh pemerintah adalah untuk mengurangi konsumsi rokok. Namun pada kenyataannya, kenaikan cukai rokok tidak dapat menurunkan jumlah perokok.
Tentunya hal ini akan menambah beban masyarakat. Karena jumlah rokok yang dikonsumsi konstan, maka harganya justru naik.
Akibatnya, masyarakat terpaksa mengurangi pos-pos pengeluaran lainnya. Pada saat yang sama, pendapatan atau gaji dan upah tidak meningkat.
5. Bisa Tekan Rokok Ilegal

Pemerintah terus menindak rokok ilegal, sampai dengan 30 November 8.155 rokok ilegal telah ditangkap. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan dibandingkan dengan 2019, penangkapan tersebut mengalami peningkatan sebesar 41,23%, dengan rata-rata 25 penangkapan per hari.
“Meski suasana dan situasi pandemi mengancam semua orang, termasuk petugas bea cukai, tahun ini. Petugas bea cukai terus meningkatkan jumlah penuntutan terhadap peredaran rokok ilegal, sebanyak 8.155.“ Ini upaya yang sangat heroik, dan saya berterima kasih kepada semua. Upaya para staf, ”kata Menkeu dalam video virtual, Kamis (10 Desember 2020).
Dia mengatakan jumlah rokok ilegal dari operasi tersebut melebihi 384,5 juta atau senilai Rp 339 miliar. Jumlah ini juga meningkat sebanyak 361,2 juta dari tahun 2019 senilai Rp 247 miliar.
Dia menjelaskan: “Semakin tinggi cukai yang kita kenakan, semakin bersemangat mereka untuk memproduksi rokok ilegal.”
Ia melanjutkan, dengan kenaikan pajak konsumsi dapat mengurangi peredaran rokok ilegal. Inilah salah satu alasan kenaikan pajak konsumsi rokok tahun depan.
Dia menjelaskan: “Kami ingin mengurangi peredaran rokok ilegal, yang sangat merugikan kami.”
Sebelumnya, pada tahun 2021, cukai tembakau atau cukai rokok akan naik sebesar 12,5%. Menteri Keuangan (Menkeu) menyatakan kebijakan ini akan berlaku pada Februari 2021.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dalam video virtual pada Kamis (10 Desember 2020): “Kebijakan cukai hasil tembakau yang saya sampaikan akan berlaku pada Februari 2021.”
Dia mengatakan akan memakan waktu sekitar dua bulan bagi bea cukai dan industri untuk mensosialisasikan dan menerapkan kebijakan tersebut.
“Ini akan memberikan kesempatan kepada bea cukai dan industri untuk memulai dengan pencetakan cukai baru dan industri untuk menyesuaikan pajak cukai tambahan atas produk tembakau dengan tarif baru pada bulan Desember dan Januari sehingga kami dapat mulai dari 1 Februari 2021, “Katanya.
6. Lindungi Ratusan Tenaga Kerja

Federasi Asosiasi Tembakau Indonesia (AMTI) menafsirkan keputusan pemerintah, terkhususnya Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang memutuskan tidak menaikkan cukai produk tembakau Sigaret Kretek Tangan (SKT) pada tahun 2021.
Hal ini untuk melindungi ratusan ribu pekerja yang terlibat, menyerap produksi dari tembakau yang melibatkan 2,6 juta orang, dan keberlanjutan industri kretek linting manual padat karya.
Kepala Media Center AMTI Hananto Wibisono mengatakan: “Kami berterima kasih atas keputusan pemerintah untuk tidak menaikkan tarif pajak konsumsi untuk kelas SKT demi melindungi ribuan pekerja.”
7. Setuju cukai Naik, YLKI Sebut Harga Rokok Terlalu Murah

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia mendukung kenaikan pajak konsumsi rokok. Kenaikan cukai rokok diyakini akan memberikan perlindungan konsumen.
Ketua Harian YLKI Tulus Abadi mengatakan, kenaikan 12,5% pajak konsumsi rokok pada tahun 2021 sangat positif dan terpuji. Pasalnya, cukai rokok memang merupakan alat untuk melindungi masyarakat yang merupakan perokok aktif dan / atau perokok pasif, termasuk anak-anak.
Toulouse berkata: “Sejauh menyangkut kesehatan masyarakat, ini tentu saja merupakan hal yang sangat positif, jadi patut dipuji.”
8. Pemerintah Beri Bantuan bagi Masyarakat Terdampak Kenaikan Cukai Rokok

Pemerintah memberikan jaminan kepada semua pihak yang terkena dampak kenaikan pajak cukai rokok sebesar 12,5% dengan menggunakan dana yang dialokasikan pada bagi hasil cukai tembakau (DBH CHT) tahun 2021.
Secara rinci, 50% dari DBH CHT pada tahun 2021 akan digunakan untuk kesejahteraan masyarakat. Seperti meningkatkan kualitas bahan baku bagi petani. Lingkungan sosial juga telah dikembangkan dalam bentuk BLT bagi petani tembakau dan pekerja rokok. Pelatihan profesional dan bantuan modal komersial juga disediakan.
Kemudian, lembaga kesehatan dan penegakan hukum masing-masing menyumbang 25%.